Wednesday, December 26, 2018

Natal Bersama Sahabat Putih-Merah

Selasa, 25 Desember 2018 sekumpulan anak muda berkumpul bersama dan mengeksekusi rencana reuni yang selalu dibicarakan dalam chatting, sekaligus merayakan Natal (Reuninya tanggal 25 yah guys, jadi masih dalam suasana Natal). Yaps….reuni sahabat masa kecil selama 6 tahun.  Yang artinya saatnya penggabungan kisah masa kecil dan masa tua (hehehe). Bertempat di rumah salah seorang sahabat, semuanya sepakat untuk reuni. Waktu yang ditetapkan pada awal pembicaraan itu jam 3 Sore. Kenyataanya, hampir semua yang hadir di reuni datang lebih awal untuk masak dan mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan. Terlihat jelas kesibukan mereka saat aku mampir sebentar lalu pergi lagi (wuahahaha).


Bagaimana awalnya hingga bisa ada reuni sahabat masa kecil ini? Well…ini semua berawal dari Rano. Karena rasa persahabatan dan kebersamaanya yang tinggi, Rano mulai mencari dan mengumpulkan satu persatu sahabat-sahabat masa kecil ini. Dia membentuk  group WA dan memasukan semua sahabat yang berhasil dia dapatkan informasi/kontak mereka. Dari obrolan-obrolan di group yang kebanyakan adalah candaan, akhirnya 25 Desember menjadi hari reuni kami. In fact, ada beberapa yang memilih keluar dari group sih. Mereka punya alasan sendiri. Meski demikian, mereka stay connected. Alhasil, begitu hari H reuni mereka ada. Bahkan, sahabat yang belum tergabung di group juga hadir. 

Banyangkan saja rasanya bertemu kembali dengan sahabat-sahabat yang pernah sekelas denganmu di masa putih-merah. Jujur saja, bayangan mereka diwaktu kecil mulai muncul satu persatu layaknya tanyangan iklan di TV. Bayangan beberapa sahabat terutama yang bertetangga denganku terekam dengan baik di memori. Fisik dan watak mereka, kebaikan dan keburukan, rasa sayang sahabat, ego, kelucuan mereka, kepatuhan mereka terhadap guru yang rasanya lebih sedikit dibanding kenakalan mereka ( hahaha), dan masih banyak lagi yang tak sempat muncul di benak.  Mereka yang lain, bayangan mereka muncul samar-samar ibarat cahaya redup lampu jalan di malam hari. Mereka yang lain terlupakan, bahkan tak terpikirkan atau muncul di benak sama sekali. Baru benar-benar ingat rupa mereka waktu masih kecil pas reuni kemarin. Penampilan mereka 3000 X berbeda dengan masa kecil dulu. Bahkan beberapa sudah berpredikat orang tua. Yang belum berpredikat orang tua pun sudah bergelar pacarnya si A, pacarnya si B hahaha. Namun, tetap saja rasanya kami masih sekumpulan anak berseragam putih-merah di reuni kemarin (Hahaha).
 
Sebenarnya, ini bukan pertama kali reuni untukku yah….sebelumnya aku dan beberapa sahabat sudah 2 kali reuni di acara nikahnya 2 sahabat kami. Tapi, rasanya…..this is the real one that everyone called it reunion, however not all of us could attend the reunion because of their activities and distance. Well…..berlangsung dari pagi, reuni kali ini spesial. Kenapa spesial? Pertama, banyak sahabat yang menyisihkan waktu ditengah kesibukan mereka untuk hadir. Mereka yang sibuk dengan pekerjaan dan keluarga untuk beberapa saat kembali lagi ke masa kecil mereka sebagai anak Sekolah Dasar. Kedua,  ada ”lundir” (Lunch and dinner)/ mami (makan/minum) yang semuanya disiapkan para sahabat kecil (yang sudah pada besar semua sekarang hahaha…). Sebelumnya ada semacam “Petuah” (hehehe) dari Rano selaku admin group dan doa bersama. Berikut, ada sumbangan lagu dan joget dari beberapa sahabat boys.  Dengan diiringi irama orgen yang dimainkan oleh Jecon dan Rio secara bergantian, suara nyanyian dan dancing mereka berhasil mengocok perut (Ahhh….belakangan rasanya semuanya minus si pemilik rumah ikut bernyannyi termasuk Cha dan Boy yang muncul paling akhir). 

Kisah dari beberapa sahabat yang masih mengingat beberapa kejadian lucu dimasa kecil jadi bagian yang tak terpisahkan dari reuni kami. Wesly yang bercerita tentang pak Tefa dan belimbing. Joni, Ardo, Nara, dengan cerita tentang kenakalan mereka ketika kecil dulu. Oddie, Yand, Kate dengan kisah cinta monyet/ sahabat masa kecil yang mereka sukai dulu (Oddie, Yand, Kate….maaf maaf maaf). Jemz, Jekson, Ima, Defrit dan Engki si pemilik rumah yang terlihat seperti mendengarkan dengan tenang, namun mampu membuat semua yang hadir memegang perut jika sekali membuka mulut. Oh yah….dan yang tak terlupakan the girls. Rini, Yuan, Noni yang menjadi ibu dapur di reuni kemarin. Ada juga Angel dan Boy yang rasanya sulit sekali bersua dengan mereka meski kami tetanggaan. 

Hmmmm……our stories will never meet an end. Kisah kami rasanya tidak akan habis bila dituliskan atau bahkan dituturkan. Reuni….sahabat masa putih-merah. Sahabat masa putih-merah….sahabat saling menggoda, sahabat bola kaki, sahabat main kelereng, sahabat main gambar, sahabat kasti, sahabat boy, sahabat gala Asing, sahabat sikidoka, sahabat tali merdeka, sahabat congkak, sahabat injak kaleng, sahabat kayu do’i.


Big thanks to:
1.       The house owner-Engki yang sudah bersedia rumah barunya dipakai reuni,
2.     All beloved buddies (Ardo, Defrit, Jecon, Jekson, Jemz, Joni, Kate, Nara, Noni, Odie, Rano, Rini, Rio, Wesly, Yand, Yuan) yang sudah datang pagi dan capek masak,
3.       Angel, Boy, Cha, Ima yang akhirnya muncul dan buat acara reuni semakin tambah ramai.

   Love you all….Guys... and Merry Christmas


Monday, November 19, 2018

SMK Kencana Sakti Haumeni- Teaching is a passion. Teaching needs patience.




 

Dimana? Sekolah macam apa? Bagaimana gedung dan fasilitasnya? Siapa kepala Sekolahnya? Bagaimana guru-guru dan siswanya?
Sebagian respon yang muncul begitu dengar “SMK Kencana Sakti Haumeni”.
SMK  Kencana Sakti Haumeni, sebuah SMK Keperawatan yang baru. Yap….baru didirikan, jadi otomatis masih baru digedung, di guru-gurunya, di para siswanya, proses pembelajarannya. Singkatnya, segala sesuatu yang berkaitan dengan Sekolah ini masih baru. Benar-benar baru. Karena masih baru (belum sampai 1 semester), otomatis Sekolah keperawatan ini belum terlalu hmmm katakan saja belum dikenal banyak orang. Yang kenal Sekolah ini cuma orang-orang yang ada di sekitar lokasi Sekolah di Oenali, cabang menuju sebuah bukit yang disebut “ Bukit Cinta” (Muncul pertanyaan dibenak juga kenapa disebut Bukit cinta? Apa karena kebanyakan orang suka menghabiskan waktu pacaran mereka di tempat ini? Atau mungkin saja seseorang bisa menemukan cintanya disini? hehehe) well…let’s forget the “ Bukit Cinta” and back to the conversation focus! Selain hanya dikenal orang-orang yang ada di sekitar lokasi sekolah, Sekolah ini juga baru dikenal mereka yang punya hubungan langsung dengan sekolah ini ( guru, siswa, atau mereka yang punya hubungan dengan guru dan siswa).
                Sekolah yang tidak terlihat seperti sebuah gedung Sekolah dari kejauhan ini, memiliki 5 kelas. Kelas Perawat A, B, C dan kelas Pariwisata-Perhotelan (Sekolah baru yang lumayan kan?).  fasilitasanya???? Masih dalam proses pembangunan lantai 2 dan fasilitas pendukung proses pembelajaran yang lain. Ahh benar! Kalau penasaran coba saja injakan kaki di gerbang Sekolah kamu akan langsung dapat jawabannya. Dijamin. Kepala sekolahnya? Super duper keren. Sudah pasti guru-gurunya juga keren (hehehe…ini kenyataan yah guys). Semua guru yang mengajar masih muda dan hampir semuanya fresh graduate, meski ada beberapa yang sudah meyandang status orang tua. Tapi, mereka semua seru-seru (masih berjiwa muda wuakkkk wuakkkk) Oh yah….jujur saja, karena guru-guru yang kebanyakan masih muda, saling mengolok (bukan kategori yang serius amat- lebih ke candaan) sudah pasti jadi bagian dari hari hidup para guru disekolah.  
                Opss! Let’s jump to this one!Bagaimana rasanya mengajar disekolah seperti ini?
Honestly…..Pertama kali mengajar di Sekolah ini rasanya benar-benar strange.  Rasanya ingin menyerah dengan kondisi siswa, dalam hal ini daya tangkap mereka yang lamban, learning style mereka yang masih ala-ala anak SMP. Mereka tidak bisa di  force dengan materi yang padat atau monoton juga pemberian tugas yang menumpuk. Coba saja memberi mereka tugas, dijamin tugas itu tidak akan dikerjakan bahkan ketika mereka diberi tambahan waktu batas pengumpulan tugas.
                Kini, hampir 1 semester mengajar di Sekolah ini, perlahan mulai tahu learning style, motivasi, dan perkembangan belajar para siswa. Berragam sudah pasti. Ada siswa yang daya tangakapnya cepat. Ada juga siswa yang daya tangkapnya lamban. Ada siswa yang punya motivasi tinggi dalam belajar. Ada siswa yang mood-moodan dalam belajar. Ada siswa siswa yang bisa dikatakan  tidak mengalami proses belajar itu sendiri ( sepertinya sama dari awal masuk hingga hampir 1 semester tidak ada perubahan). Siswa dengan daya tangkap yang cepat dan motivasi belajar yang tinggi sudah pasti mudah diajar, mudah memahami pelajaran. Sebaliknya siswa dengan daya tangkap yang lamban dan low motivation, mereka butuh waktu dan penjelasan yang berulang-ulang agar pelajaran yang diajarkan bisa diserap. Double hard working buat guru. Apalagi rata-rata siswa berasal dari rural area. Terkadang mereka masih sulit memahami penjelasan yang bertele-tele.
                Tidak jarang muncul pertanyaan dibenak….apa mereka yang lamban dalam menerima pelajaran, yang mood-moodan dalam belajar, juga mereka yang seperti tidak ada perubahan   bisa sedikit ada perubahan jika terus dituntun untuk belajar? Parahnya lagi, muncul rasa ingin menyerah dalam pikiran dan benak. Rasanya seperti kesia-siaan saja membuang waktu dan tenaga. Saking kuatnya rasa ingin menyerah itu, terkadang jadi malas kesekolah, sering datang siang kesekolah, malas ikut upacara,dll. These are the facts of me hehehe. Pada akhirnya, mau tidak mau harus cerita ke mereka yang senior di bidang pendidikan. Alhasil, setumpuk motivasi, segudang saran, segunung trik dalam mengajar jadi hasil dari curhat ke senior. Yap…..disela-sela curhat itu, percaya saja akan ada bayangan yang muncul. Bayangan bagaimana dulu menjadi seorang siswa. Jadi ingat lagi bagaimana susahnya menjadi seorang siswa/mahasiswa. Bagaimana kerasnya seorang guru/dosen berusaha membentuk siswa/mahasiswanya menjadi seseorang yang dikatakan “Terpelajar”?. Ketika bayangan itu muncul kau akan belajar menempatkan diri lagi sebagai seorang siswa/siswa mu yang sekarang. Itu membuatmu tak mudah menyerah dengan apapun kondisi mereka saat ini.
Sungguhkah mereka (para siswa) ini tidak ada perubahan? Not really…. Mereka berubah. The interesting thing is….perubahan itu ada di sifat mereka. Dulunya mereka itu ada yang  pemalu, takut begitu berpapasan dengan guru, bahkan masih tergambar dengan jelas wajah mereka waktu pertama kali masuk dan mengajar. Wajah mereka itu wajah-wajah penuh ketegangan. Wajah-wajah yang seperti memikul berton-ton kuk. Berbeda dengan sekarang. Mereka bercanda dengan guru, bahkan ada yang menjadikan guru diari berjalan mereka (toeng….jadi ingat waktu kuliah. Bandel plus bawel di depan beberapa dosen, tapi giliran mau curhat larinya selain ke close buddies pasti larinya ke dosen-dosen ini. Hahaha jadi malu dan ketawa sendiri yah ingat waktu masih kuliah).  Nah….siswa-siswa ini gamabaran diri waktu masih kuliah. Hahaha ketawa lagi yah….
 Finally, Sekarang mulai terbiasa dengan motivasi dan learning style, juga sikap mereka, para siswa. Jadi tahu How to treat them? How to educate them?  The simple one way…. just put yourself as their friend, as their older sister/brother, as their moving diary. Ketika menempatkan diri jadi sahabat atau saudara, bahkan teman curhat mereka, bukan berarti bahwa seorang pengajar itu kehilangan wibawanya di depan para siswa.  Sebenarnya, disitulah letak wibawa seorang pengajar. Mereka akan bercanda denganmu,namun disaat kamu menjadi serius  mereka juga akan serius. Mereka serius namun bukan serius karena rasa tertekan. They will be serious because they respect you.  Susah sih…,tapi cobalah!  Kenal mereka saja. Pasalnya, jadi guru itu bukan pekerjaan yang mudah yah. Jadi ingat lagi waktu curhat dengan salah satu dosen yang selalu tidak bisa kupanggil “Pak” (jujur yah hahaha). Katanya….”Siapa bilang jadi pengajar/guru/dosen itu enak?, yah sudah….kuliah saja lagi kalau tidak mau jadi guru!”.  Simple statements, tapi ledakannya (cieh…bom kale…) menyentuh bagian terdalam hati nurani bila benar-benar direnungkan. Yap….intinya disini, jadi guru/dosen/pengajar kau harus punya “Renjana” (Passion). Kau harus sabar juga. Tahu kan…setiap siswa punya karakter yang berbeda. Mungkin saat ini selain mengenal para siswa, Passion + Patience are the ways to make all of your students are in your hands.

Friday, November 9, 2018

Soe’s Christianity and “Siram Rampe” Tradition





People or society in SoE best known as Dawanesse/Timoresse. According to the story that I heard from the elders and the information which I got from the internet, the name of Dawanesse was given by Western people who visited Soe town. This name was only given to the original inhabitant. Even though, there are some new comers called themselves as Dawanesse. It is because they have lived for long time in Soe.
            Even, it just a small town, Soe has many interesting things to be discussed, especially the things related to the people’s tradition and religion. One thing that always be an interesting thing to be discussed is “Soe’s Christianity and their traditions or habits.”
            Soe’s Christianity is the persons who live in Soe and their religion is Christian. It’s including Protestant and Catholic. Almost the societies in Soe are Christianity. As a Christian they go to church, believe in God/Lord, Jesus Christ, Christ’s teachings, Holly Gosh and the Bible. They live accordingly what they believe and based on what the Bible says.
            Beside almost all societies are Christianity, Soe also have many traditions or habits that the societies keep running them until now. The traditions become a part of them and be inseparable things of their life. One of the habits that the societies do until now is “Siram Rampe” 
            “Siram Rampe” is a habit where the members in a family go to the funeral to spread rampe or mixed flowers (it consists of some flowers and a plant called ‘Bonak’) on the gravestone of their family who passed away.
            People always go to the funeral on December or around Christmas day. But, there are some people go there in every month, once in two months, one in three months, and so on or if they have a dream about their family who passed away. The otherwise, if their family’s gravestones near them or next to their house, they can spread rampe whenever they want.
            There are some reasons why people do the habit. The first reason is to respect and remember their family who passed away. Through doing siram rampe, can decrease their yearning to the families or relatives who passed away. The second reason of doing “Siram Rampe”  is to block the soul of the died persons so they do not come and bother the alive people in their life or in their dream. The third reason why people keep doing this habit is for their calmness (The died persons). People always believe that before 40 days, the soul of someone who passed away does not go anywhere. His/her soul does not go far. The people also believe that the died persons’ soul is not calm/ feels comfortable if they leave the families. Therefore, people here (SoE Christianity)do the “Siram Rampe” tradition.
            I was born as a Christian in Dawanesse family. As Christian my parents do like the others. They go to the church, Christian meetings, and ec.t. I always follow them when I was a child. They also sent me and my brother to “penginjilan and sekolah minggu” every Saturday and Sunday. They would be angry if we didn’t go for once.
            Eventhough as Christian and do many things that related to Christianity, my parents are Dawanesse from their ancestors. My parents sometimes go to funeral and speard rampe especially on December. The reasons are same as the reasons I mention before. When I grow up (when I was in junior and vocational high school), I saw this as a bad thing. I thought this was not good. As Christianity, we should not do that. We should not believe things like that.
            However, my mind changed when I studied in STKIP SoE and took a subject called CCU (Cross Culture Understanding). In this subject, I learned that the religious things and the societies’ habits are the parts of diverse culture. The habits cannot be separated from the societies’ life. Then, going to funeral and doing “Siram Rampe” is not happen in Timor or in Christianity only.  Other religions also do “Siram Rampe”. In other places in Indonesia or around the world also do the same thing even though using different ways and having different names. In short, it is not a wrong thing of doing “Siram Rampe”. Siram Rampe is a habit, a part of socities’ life. The habit is a culture. The culture has to be preserved. Then, there is no wrong culture. There is no right culture. There is only the difference culture.

Monday, November 5, 2018

My name is Sun




Kenapa dipanggil Sun?
Kenapa bukan Sania, Santi, Yanti, Rianti?
Bagamaina kalau dipanggil Ana?
Bagaimana kalau dipanggil Adonia atau Surianti?
Untuk kesekian kalinya pertanyaan yang sama kudengar. Tentunya dari orang yang berbeda-beda. Mereka seakan merasa aneh atau heran dengan namaku “Sun”. Awalnya aku kebingungan untuk menjawab pertanyaan sederhana mereka. Speechless, karena memang “Sun” tidak ada dalam dua deretan kata yang membentuk namaku “Adoni Surianti”.
Dulu….
Aku paling tidak suka dengan nama panggillanku “Sun”. Aku sering berpikir….dari sekian banyak nama kenapa aku harus dipanggil Sun? Benar-benar menjengkelkan. Aku sering jadi bahan tertawaan ketika duduk bersama saudara atau sepupu-sepupuku. Mereka selalu memanggilku “Bubur”, karena memang ada makanan bayi bermerek “Sun”.  Ketika di Sekolah dasar, teman-teman juga memanggilku “Bubur Sun”. Bahkan terkadang mereka hanya memanggilku “Bubur”. Argh……menjengkelkan bukan? Ketika bertemu orang baru dan memperkenalkan nama aku lebih suka menyebut “Adoni” atau “Surianti”
Sekarang….
Aku paling suka dengan nama panggilanku “Sun”.  Rasanya aku ingin semua orang tahu kalau nama panggilanku “Sun” hehehe. Kamu merasa ingin tertawa juga? Eits….hold on guys! aku punya  alasan kenapa aku suka sekali dengan nama panggilanku ini.  Pertama, sudah pasti nama ini “Sun” nama yang diberikan bapak dan mama. Meskipun waktu kecil aku benci nama panggilanku hanya karena sering diejek teman-teman dan juga karena belum tahu maksud dari nama tersebut. Tapi, berbeda kini. “Sun” memiliki makna yang luas. Matahari bahasa Inggrisnya “Sun” sama denganku kan, meski berbeda pengucapan heheh. Dan aku merasa nama ini bisa menjadikan ku layaknya tata surya terbesar, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Tidak harus dengan kemewahan. Cukup lewat senyuman, cukup dengan mendengarkan curhat teman-teman dan memberi masukan/motivasi sebisaku, cukup dengan berbagi ilmu yang kupunya dengan ikhlas, dan aku adalah pemilik nama panggilanku.   
Alasan kedua kenapa aku suka sekali nama panggilanku adalah di SoE (tempat kelahiranku) jarang ada orang yang bernama panggilan “Sun” apalagi untuk orang-orang pribumi (penduduk asli). Rasanya cuma aku sendiri orang Dawan yang bernama panggilan “Sun”. Kebanyakan orang bernama panggilan sama denganku itu adalah orang-orang berketurunan Cina. Jadi, kamu bisa banyangkan kan apa yang ada di pikiran orang begitu dengar namaku “Sun”. Yap! Aku dikira gadis keturunan Cina, tapi begitu lihat orangnya kamu akan segera menemukan sesosok gadis bertubuh pendek, berbadan kecil, berkulit cokelat, dan tidak bermata sipit heheh. Oh yah….”Sun” juga adalah nama untuk orang Korea, jadi bertambah lagi bahagiaku memiliki nama panggilan “Sun” hehehe.
Dari dulu sampai sekarang banyak sekali perusahaan, benda atau hal lain yang namanya ada kata “Sun”. Misalnya, ada helm bermerk “Sun…..”, kendaran berat bermerek “Sun……, ada dealer bernama “Sun….” dll.  Jadi, katakana saja ini alasan ke 3 kenapa aku suka sekali nama “Sun”.
Nah…..karenanya, aku akan merasa biasa-biasa saja ketika ada orang yang merasa luar biasa begitu tahu nama panggilanku “Sun”. Aku merasa yakin nama ini unik dan  menjadikanku unik tak peduli apa yang orang lain pikirkan. Once more I want to say “My name is Sun”. Not the Sun in the sky. But, I can be the Sun in the sky through my simple own ways.

Monday, June 4, 2018

Tak Bisa Lari

Kau membuatku tak berdaya
Tak berdaya karena senyummu
Senyum yang mampu menggoncang jiwaku
Kau membuatku tak berdaya 

Tak berdaya oleh tatapanmu
Tatapan yang selalu saja bisa menghentikan duniaku 


Harusnya kau tak pernah tersenyum padaku dengan begitu manis
Harusnya kau tak pernah menatapku dengan tatapan yang menenangkan jiwa
Karena pada akhirnya 

semua itu membuatku benar- benar tak bisa lari darimu

Sunday, June 3, 2018

Kespro- Pelatihan Konseling



 Mencoba sesuatu yang baru atau atau diluar keahlian kita ternyata selain menantang juga sangat menyenangkan. Menyenangkanya itu karena selain bisa datang ke tempat yang belum pernah kita datangi, kita bisa belajar hal-hal baru yang memang benar-benar diluar keahlian kita. Selain itu, kita bisa mengenal orang baru dengan keahlian yang berbeda dengan kita. Kita juga bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang pernah kita temui disuatu tempat atau suatu kegiatan. Benar-benar menyenangkan bukan?
Beberapa waktu yang lalu (30-31 Mei 2018), aku dan dua orang teman (Dede dan Elga)  menjadi Co-fasilitator pada kegiatan pelatihan konselor remaja di bidang KESPRO dan hal-hal yang berkaitan dengan kespro (hhhhh….belajar hal baru lah kami) bagi para kader posyandu, Pendidik sebaya, dan guru BK di Hotel Jati Asih. Peserta kegiatan ini berasal dari  desa-desa di kecamatan Amanuban Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih para pendidik Sebaya menjadi Konselor (teman curhat) bagi teman-teman mereka yang tertimpa masalah, khususnya yang berkaitan dengan kespro atau masalah-masalah lain yang sering dihadapi oleh remaja. Sebenarnya, kami tidak sepenuhnya melatih mereka. Mereka dilatih oleh k Gery Pratama, seorang konselor di bidang kespro dan hal-hal terkait. Kami hanya membantu k Gery (Nah….ketemu lagi dengan k Gery Pratama kan? Hehehe…..). kami membantu k Gery untuk memandu games dan meyampaikan materi Me vs the World (Elga dan Dede). It’s something out of our skill.

 
Sebelumnya, pada tanggal 23-26 Mei aku dan Elga juga memberikan pelatihan KESPRO (Kesehatan Reproduksi) bagi para kader posyandu dan remaja di desa Fatutnana dan Naip (Tempat baru yang aku datangi. Orang-orang baru yang aku temui. Hehehe….). Pelatihannya berlangsung selama 2 hari di setiap desa. Hari pertama bersama para kader dan hari ke dua bersama para remaja. Tujuan pelatihan ini adalah untuk melatih dan memilih para remaja menjadi pendidik sebaya di bidang KESPRO setelah mereka paham tentang KESPRO, IMS, dan hal lain yang berkaitan dengan KESPRO. Para remaja yang terpilih menjadi pendidik sebaya inilah yang kemudian mengikuti pelatihan lanjutan di hotel Jati Asih.
 Meski bukan menjadi pembicara utama, aku dan Elga berkesempatan memimpin games dan menyampaikan materi Gender, serta refleksi mengenai pubertas bersama para remaja. Bisa dibayangkan kan bagaimana ekspresi dan perasaanku ketika diminta menyampaikan sesuatu yang benar-benar diluar keahlian kami. “Oh….my God!!!!, How can we do that? we are graduated as English teachers!11, what’s the hell we face?”. Inilah yang muncul dipikiranku saat itu. It’s oke to lead the games and draw the conclusion/reflection from the games, but being the speaker….oh I prefer to do the thesis examination again. However, Lucky for us….pernah mengikuti kegiatan Pendidik sebaya yang diselenggarakan dr. Sandra Frans yang juga merupakan salah satu pendiri Forum SoE Peduli (FSP), memunculkan keberanianku. Finally….Elga and me did it well.
Oh….iya….bagaimana ceritanya aku dan dua teman menjadi Co-fasilitator pelatihan pendidik dan Konselor sebaya terkait Kespro? Seperti yang aku bilang tadi, aku dan teman-teman merupakan peserta kegiatan Pendidik Sebaya yang diadakan oleh dr. Sandra Frans. Di kegiatan Pendidik Sebaya ini kami belajar mengenai Kesehatan Reproduksi (KESPRO), serta hal-hal terkait KESPRO. Kami juga mengikuti kegiatan Active Citizens Leadership Training yang diselenggarakan oleh perkumpulan PIKUL dan British Council Indonesia. Disinilah kami bertemu dan berkenalan dengan K Rambu yang  bekerja di CWS (Church World Service), sebuah LSM yang berkantor pusat di US. Di SoE, CWS berkantor di kampung Sabu. K Rambu kemudian mengajak kami bergabung dalam proyeknya, pelatihan pendidik dan Konselor Sebaya terkait KESPRO.
Menjadi bagian dari proyek CWS ini, benar-benar sesuatu yang aku syukuri. Rasa percaya diriku benar-benar dilatih kembali. Berdiri di depan banyak orang dan berbicara sesuatu yang juga baru buatku, rasanya seperti saat pertama kali mengikuti mata kuliah pertama sebagai mahasiswa dan ditunjuk dosen untuk berbicara atau menjawab pertanyaan dan jawabanku salah atau diluar dari yang diharapkan hehehe….kemampuan berkomunikasiku juga dilatih. Tidak mudah berbicara tentang kespro, pubertas, HIV/AIDS, IMS, dan Gender dengan para orang tua/kader dan remaja di desa.  Sebagian dari mereka masih menganggap itu sesuatu yang tabuh (sebenarnya di kota juga masih ada orang yang menganggap hal-hal ini tabuh). Hal ini membuat mereka malu untuk berbicara atau menjawab ketika mereka disuruh berbicara atau ditanyai. At the moment, we (my friends and I had to be creative). We did not want to make the CWS to be disappointed. Once again, lucky for us ….keramahan dari pihak CWS, kerjasama dan tak menyerah, serta motivasi dari k Gery yang ahli dibidang ini aku dan teman-teman bisa melakukannya dengan baik.
When you are asked to do something not related to your skill, you may think it is difficult. You may speechless. Do not give up. You need to learn something new. Just believe you can do it ….and do it!!! Finally, you will discover that you can do it well and it is a challenging thing that gratifies you.

Only God and us know

 Only God and us know Seberapa jauh "kita bersama jatuh dalam dosa" Lalu, apakah menutupi dosa dengan menyalahkan salah 1 diantara...