Monday, November 19, 2018

SMK Kencana Sakti Haumeni- Teaching is a passion. Teaching needs patience.




 

Dimana? Sekolah macam apa? Bagaimana gedung dan fasilitasnya? Siapa kepala Sekolahnya? Bagaimana guru-guru dan siswanya?
Sebagian respon yang muncul begitu dengar “SMK Kencana Sakti Haumeni”.
SMK  Kencana Sakti Haumeni, sebuah SMK Keperawatan yang baru. Yap….baru didirikan, jadi otomatis masih baru digedung, di guru-gurunya, di para siswanya, proses pembelajarannya. Singkatnya, segala sesuatu yang berkaitan dengan Sekolah ini masih baru. Benar-benar baru. Karena masih baru (belum sampai 1 semester), otomatis Sekolah keperawatan ini belum terlalu hmmm katakan saja belum dikenal banyak orang. Yang kenal Sekolah ini cuma orang-orang yang ada di sekitar lokasi Sekolah di Oenali, cabang menuju sebuah bukit yang disebut “ Bukit Cinta” (Muncul pertanyaan dibenak juga kenapa disebut Bukit cinta? Apa karena kebanyakan orang suka menghabiskan waktu pacaran mereka di tempat ini? Atau mungkin saja seseorang bisa menemukan cintanya disini? hehehe) well…let’s forget the “ Bukit Cinta” and back to the conversation focus! Selain hanya dikenal orang-orang yang ada di sekitar lokasi sekolah, Sekolah ini juga baru dikenal mereka yang punya hubungan langsung dengan sekolah ini ( guru, siswa, atau mereka yang punya hubungan dengan guru dan siswa).
                Sekolah yang tidak terlihat seperti sebuah gedung Sekolah dari kejauhan ini, memiliki 5 kelas. Kelas Perawat A, B, C dan kelas Pariwisata-Perhotelan (Sekolah baru yang lumayan kan?).  fasilitasanya???? Masih dalam proses pembangunan lantai 2 dan fasilitas pendukung proses pembelajaran yang lain. Ahh benar! Kalau penasaran coba saja injakan kaki di gerbang Sekolah kamu akan langsung dapat jawabannya. Dijamin. Kepala sekolahnya? Super duper keren. Sudah pasti guru-gurunya juga keren (hehehe…ini kenyataan yah guys). Semua guru yang mengajar masih muda dan hampir semuanya fresh graduate, meski ada beberapa yang sudah meyandang status orang tua. Tapi, mereka semua seru-seru (masih berjiwa muda wuakkkk wuakkkk) Oh yah….jujur saja, karena guru-guru yang kebanyakan masih muda, saling mengolok (bukan kategori yang serius amat- lebih ke candaan) sudah pasti jadi bagian dari hari hidup para guru disekolah.  
                Opss! Let’s jump to this one!Bagaimana rasanya mengajar disekolah seperti ini?
Honestly…..Pertama kali mengajar di Sekolah ini rasanya benar-benar strange.  Rasanya ingin menyerah dengan kondisi siswa, dalam hal ini daya tangkap mereka yang lamban, learning style mereka yang masih ala-ala anak SMP. Mereka tidak bisa di  force dengan materi yang padat atau monoton juga pemberian tugas yang menumpuk. Coba saja memberi mereka tugas, dijamin tugas itu tidak akan dikerjakan bahkan ketika mereka diberi tambahan waktu batas pengumpulan tugas.
                Kini, hampir 1 semester mengajar di Sekolah ini, perlahan mulai tahu learning style, motivasi, dan perkembangan belajar para siswa. Berragam sudah pasti. Ada siswa yang daya tangakapnya cepat. Ada juga siswa yang daya tangkapnya lamban. Ada siswa yang punya motivasi tinggi dalam belajar. Ada siswa yang mood-moodan dalam belajar. Ada siswa siswa yang bisa dikatakan  tidak mengalami proses belajar itu sendiri ( sepertinya sama dari awal masuk hingga hampir 1 semester tidak ada perubahan). Siswa dengan daya tangkap yang cepat dan motivasi belajar yang tinggi sudah pasti mudah diajar, mudah memahami pelajaran. Sebaliknya siswa dengan daya tangkap yang lamban dan low motivation, mereka butuh waktu dan penjelasan yang berulang-ulang agar pelajaran yang diajarkan bisa diserap. Double hard working buat guru. Apalagi rata-rata siswa berasal dari rural area. Terkadang mereka masih sulit memahami penjelasan yang bertele-tele.
                Tidak jarang muncul pertanyaan dibenak….apa mereka yang lamban dalam menerima pelajaran, yang mood-moodan dalam belajar, juga mereka yang seperti tidak ada perubahan   bisa sedikit ada perubahan jika terus dituntun untuk belajar? Parahnya lagi, muncul rasa ingin menyerah dalam pikiran dan benak. Rasanya seperti kesia-siaan saja membuang waktu dan tenaga. Saking kuatnya rasa ingin menyerah itu, terkadang jadi malas kesekolah, sering datang siang kesekolah, malas ikut upacara,dll. These are the facts of me hehehe. Pada akhirnya, mau tidak mau harus cerita ke mereka yang senior di bidang pendidikan. Alhasil, setumpuk motivasi, segudang saran, segunung trik dalam mengajar jadi hasil dari curhat ke senior. Yap…..disela-sela curhat itu, percaya saja akan ada bayangan yang muncul. Bayangan bagaimana dulu menjadi seorang siswa. Jadi ingat lagi bagaimana susahnya menjadi seorang siswa/mahasiswa. Bagaimana kerasnya seorang guru/dosen berusaha membentuk siswa/mahasiswanya menjadi seseorang yang dikatakan “Terpelajar”?. Ketika bayangan itu muncul kau akan belajar menempatkan diri lagi sebagai seorang siswa/siswa mu yang sekarang. Itu membuatmu tak mudah menyerah dengan apapun kondisi mereka saat ini.
Sungguhkah mereka (para siswa) ini tidak ada perubahan? Not really…. Mereka berubah. The interesting thing is….perubahan itu ada di sifat mereka. Dulunya mereka itu ada yang  pemalu, takut begitu berpapasan dengan guru, bahkan masih tergambar dengan jelas wajah mereka waktu pertama kali masuk dan mengajar. Wajah mereka itu wajah-wajah penuh ketegangan. Wajah-wajah yang seperti memikul berton-ton kuk. Berbeda dengan sekarang. Mereka bercanda dengan guru, bahkan ada yang menjadikan guru diari berjalan mereka (toeng….jadi ingat waktu kuliah. Bandel plus bawel di depan beberapa dosen, tapi giliran mau curhat larinya selain ke close buddies pasti larinya ke dosen-dosen ini. Hahaha jadi malu dan ketawa sendiri yah ingat waktu masih kuliah).  Nah….siswa-siswa ini gamabaran diri waktu masih kuliah. Hahaha ketawa lagi yah….
 Finally, Sekarang mulai terbiasa dengan motivasi dan learning style, juga sikap mereka, para siswa. Jadi tahu How to treat them? How to educate them?  The simple one way…. just put yourself as their friend, as their older sister/brother, as their moving diary. Ketika menempatkan diri jadi sahabat atau saudara, bahkan teman curhat mereka, bukan berarti bahwa seorang pengajar itu kehilangan wibawanya di depan para siswa.  Sebenarnya, disitulah letak wibawa seorang pengajar. Mereka akan bercanda denganmu,namun disaat kamu menjadi serius  mereka juga akan serius. Mereka serius namun bukan serius karena rasa tertekan. They will be serious because they respect you.  Susah sih…,tapi cobalah!  Kenal mereka saja. Pasalnya, jadi guru itu bukan pekerjaan yang mudah yah. Jadi ingat lagi waktu curhat dengan salah satu dosen yang selalu tidak bisa kupanggil “Pak” (jujur yah hahaha). Katanya….”Siapa bilang jadi pengajar/guru/dosen itu enak?, yah sudah….kuliah saja lagi kalau tidak mau jadi guru!”.  Simple statements, tapi ledakannya (cieh…bom kale…) menyentuh bagian terdalam hati nurani bila benar-benar direnungkan. Yap….intinya disini, jadi guru/dosen/pengajar kau harus punya “Renjana” (Passion). Kau harus sabar juga. Tahu kan…setiap siswa punya karakter yang berbeda. Mungkin saat ini selain mengenal para siswa, Passion + Patience are the ways to make all of your students are in your hands.

Friday, November 9, 2018

Soe’s Christianity and “Siram Rampe” Tradition





People or society in SoE best known as Dawanesse/Timoresse. According to the story that I heard from the elders and the information which I got from the internet, the name of Dawanesse was given by Western people who visited Soe town. This name was only given to the original inhabitant. Even though, there are some new comers called themselves as Dawanesse. It is because they have lived for long time in Soe.
            Even, it just a small town, Soe has many interesting things to be discussed, especially the things related to the people’s tradition and religion. One thing that always be an interesting thing to be discussed is “Soe’s Christianity and their traditions or habits.”
            Soe’s Christianity is the persons who live in Soe and their religion is Christian. It’s including Protestant and Catholic. Almost the societies in Soe are Christianity. As a Christian they go to church, believe in God/Lord, Jesus Christ, Christ’s teachings, Holly Gosh and the Bible. They live accordingly what they believe and based on what the Bible says.
            Beside almost all societies are Christianity, Soe also have many traditions or habits that the societies keep running them until now. The traditions become a part of them and be inseparable things of their life. One of the habits that the societies do until now is “Siram Rampe” 
            “Siram Rampe” is a habit where the members in a family go to the funeral to spread rampe or mixed flowers (it consists of some flowers and a plant called ‘Bonak’) on the gravestone of their family who passed away.
            People always go to the funeral on December or around Christmas day. But, there are some people go there in every month, once in two months, one in three months, and so on or if they have a dream about their family who passed away. The otherwise, if their family’s gravestones near them or next to their house, they can spread rampe whenever they want.
            There are some reasons why people do the habit. The first reason is to respect and remember their family who passed away. Through doing siram rampe, can decrease their yearning to the families or relatives who passed away. The second reason of doing “Siram Rampe”  is to block the soul of the died persons so they do not come and bother the alive people in their life or in their dream. The third reason why people keep doing this habit is for their calmness (The died persons). People always believe that before 40 days, the soul of someone who passed away does not go anywhere. His/her soul does not go far. The people also believe that the died persons’ soul is not calm/ feels comfortable if they leave the families. Therefore, people here (SoE Christianity)do the “Siram Rampe” tradition.
            I was born as a Christian in Dawanesse family. As Christian my parents do like the others. They go to the church, Christian meetings, and ec.t. I always follow them when I was a child. They also sent me and my brother to “penginjilan and sekolah minggu” every Saturday and Sunday. They would be angry if we didn’t go for once.
            Eventhough as Christian and do many things that related to Christianity, my parents are Dawanesse from their ancestors. My parents sometimes go to funeral and speard rampe especially on December. The reasons are same as the reasons I mention before. When I grow up (when I was in junior and vocational high school), I saw this as a bad thing. I thought this was not good. As Christianity, we should not do that. We should not believe things like that.
            However, my mind changed when I studied in STKIP SoE and took a subject called CCU (Cross Culture Understanding). In this subject, I learned that the religious things and the societies’ habits are the parts of diverse culture. The habits cannot be separated from the societies’ life. Then, going to funeral and doing “Siram Rampe” is not happen in Timor or in Christianity only.  Other religions also do “Siram Rampe”. In other places in Indonesia or around the world also do the same thing even though using different ways and having different names. In short, it is not a wrong thing of doing “Siram Rampe”. Siram Rampe is a habit, a part of socities’ life. The habit is a culture. The culture has to be preserved. Then, there is no wrong culture. There is no right culture. There is only the difference culture.

Monday, November 5, 2018

My name is Sun




Kenapa dipanggil Sun?
Kenapa bukan Sania, Santi, Yanti, Rianti?
Bagamaina kalau dipanggil Ana?
Bagaimana kalau dipanggil Adonia atau Surianti?
Untuk kesekian kalinya pertanyaan yang sama kudengar. Tentunya dari orang yang berbeda-beda. Mereka seakan merasa aneh atau heran dengan namaku “Sun”. Awalnya aku kebingungan untuk menjawab pertanyaan sederhana mereka. Speechless, karena memang “Sun” tidak ada dalam dua deretan kata yang membentuk namaku “Adoni Surianti”.
Dulu….
Aku paling tidak suka dengan nama panggillanku “Sun”. Aku sering berpikir….dari sekian banyak nama kenapa aku harus dipanggil Sun? Benar-benar menjengkelkan. Aku sering jadi bahan tertawaan ketika duduk bersama saudara atau sepupu-sepupuku. Mereka selalu memanggilku “Bubur”, karena memang ada makanan bayi bermerek “Sun”.  Ketika di Sekolah dasar, teman-teman juga memanggilku “Bubur Sun”. Bahkan terkadang mereka hanya memanggilku “Bubur”. Argh……menjengkelkan bukan? Ketika bertemu orang baru dan memperkenalkan nama aku lebih suka menyebut “Adoni” atau “Surianti”
Sekarang….
Aku paling suka dengan nama panggilanku “Sun”.  Rasanya aku ingin semua orang tahu kalau nama panggilanku “Sun” hehehe. Kamu merasa ingin tertawa juga? Eits….hold on guys! aku punya  alasan kenapa aku suka sekali dengan nama panggilanku ini.  Pertama, sudah pasti nama ini “Sun” nama yang diberikan bapak dan mama. Meskipun waktu kecil aku benci nama panggilanku hanya karena sering diejek teman-teman dan juga karena belum tahu maksud dari nama tersebut. Tapi, berbeda kini. “Sun” memiliki makna yang luas. Matahari bahasa Inggrisnya “Sun” sama denganku kan, meski berbeda pengucapan heheh. Dan aku merasa nama ini bisa menjadikan ku layaknya tata surya terbesar, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Tidak harus dengan kemewahan. Cukup lewat senyuman, cukup dengan mendengarkan curhat teman-teman dan memberi masukan/motivasi sebisaku, cukup dengan berbagi ilmu yang kupunya dengan ikhlas, dan aku adalah pemilik nama panggilanku.   
Alasan kedua kenapa aku suka sekali nama panggilanku adalah di SoE (tempat kelahiranku) jarang ada orang yang bernama panggilan “Sun” apalagi untuk orang-orang pribumi (penduduk asli). Rasanya cuma aku sendiri orang Dawan yang bernama panggilan “Sun”. Kebanyakan orang bernama panggilan sama denganku itu adalah orang-orang berketurunan Cina. Jadi, kamu bisa banyangkan kan apa yang ada di pikiran orang begitu dengar namaku “Sun”. Yap! Aku dikira gadis keturunan Cina, tapi begitu lihat orangnya kamu akan segera menemukan sesosok gadis bertubuh pendek, berbadan kecil, berkulit cokelat, dan tidak bermata sipit heheh. Oh yah….”Sun” juga adalah nama untuk orang Korea, jadi bertambah lagi bahagiaku memiliki nama panggilan “Sun” hehehe.
Dari dulu sampai sekarang banyak sekali perusahaan, benda atau hal lain yang namanya ada kata “Sun”. Misalnya, ada helm bermerk “Sun…..”, kendaran berat bermerek “Sun……, ada dealer bernama “Sun….” dll.  Jadi, katakana saja ini alasan ke 3 kenapa aku suka sekali nama “Sun”.
Nah…..karenanya, aku akan merasa biasa-biasa saja ketika ada orang yang merasa luar biasa begitu tahu nama panggilanku “Sun”. Aku merasa yakin nama ini unik dan  menjadikanku unik tak peduli apa yang orang lain pikirkan. Once more I want to say “My name is Sun”. Not the Sun in the sky. But, I can be the Sun in the sky through my simple own ways.

Only God and us know

 Only God and us know Seberapa jauh "kita bersama jatuh dalam dosa" Lalu, apakah menutupi dosa dengan menyalahkan salah 1 diantara...